Laman

Selasa, 04 Januari 2011

ASAL MULA

ASAL MULA UPAKARA KASADA
  
Dahulu hiduplah satu keluarga yang tentram. Suami istri tersebut bernama Ki Seger dan Nyai Anteng. Mereka berdua suami istri hidup rukun. Tidak pernah terlintas kemurungan maupun kesedihan dalam wajahnya. Sungguh mereka merasakan nikmat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
     Mereka bekerja bersama mengolah tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Keadaan alam sekitar tempat tinggal suami istri tersebut sangatlah menyenangkan.
     Udara bersih, tanah subur, air sungai mengalir dengan bersihnya. Memang suasana alam pun ikut membantu keadaan hidup suami istri tersebut. Hari-hari telah dilaluinya dengan cepat dan usia pun merambat dengan cepat.
     Kebahagiaan dan kedamaian telah dilaluinya. Barulah mereka tersentak dan sadar bahwa mereka pun merasakan kesepian tanpa kehadiran anak sampai usia senja.
     Keinginan mempunyai anak semakin besar. Mereka menempuh jalan dengan cara bersemedi agar mendapatkan anak. Setiap hari mereka berdoa di kaki Gunung Bromo. Kerena doa dan tapa tiada henti setiap hari, akhirnya mereka pun dikabulkan oleh Dewa Brahma.
     Pada saat bertapa, Nyai Anteng mandengar suara bahwa kelak ia akan melahirkan dua puluh lima orang anak, asal anak pertama harus di korbankan.
     Saat itu Nyai Anteng menyatakan kesedihannya. Yang penting segera dikaruniai anak. Waktu berjalan terus. Apa yang di dengar waktu bersemedi menjadi kenyataan. Nyai Anteng hamil. Mereka berdua merasa senang dan bahagia, karena anak yang didambakan akhirnya akan datang juga.
     Setelah genap bulannya, Nyai Anteng melahirkan seorang anak laki-laki. Anak tersebut di beri nama Kusuma. Bayi tersebut tumbuh dengan cepatnya. Badannya sehat, dan lagi wajahnya sangat tampan. Mereka memelihara anak dengan penuh kasih sayang. Anak Nyai Anteng pun genaplah berjumlah 25 orang anak. Mereka hidup dengan penuh kegembiraan dan ketentraman. Sampai-sampai Nyai Anteng dan Ki Seger lupa akan janjinya.
     Meski lama tenggang waktunya, namun janji tetaplah janji. Pada saatnya akan di tagih juga. Gunung Bromo mulai memberi tanda-tanda peringatan. Suara Gunung Bromo gemuruh, asap berkepul-kepul. Nyai Anteng dan Ki Seger pun teringat akan janjinya.
     Perasaan sedih dan sesal meresahkan hati mereka. Bagaimana mungkin mereka akan tega melemparkan anak kesayangnnya ke bawah Gunung Bromo? Mereka berdua berusaha menghilangkan perasaan sedih. Seandainya dapat diganti persembahan kepada Dewa di Gunung Bromo bukan anaknya melainkan dirinya. Hal itu tak mungkin terjadi. Dewa menghendaki anaknya yang sulung, bukan dirinya yang sudah tua.
     Dari hari kehari Nyai Anteng semakin menderita tekanan batin, karena harus menyerahkan anak sulung yang paling tampan dan paling disayang. Sementara Gunung Bromo semakin bereaksi terus. Letusan-letusan mulai terjadi, lelehan lahar pun dengan derasnya mengalir. Saat itu pun Nyai Anteng bermimpi bahwa Dewa Brahma menagih janjiNYA. Bila tidak ditepati, kedua puluh l8ima anaknya sekaligus akan diminta secara paksa.
     Selesai mendengar ucapan Dewa Brahma, terbangunlah Nyai Anteng dari tidurnya. Ia tidak dapat berbicara, ia hanya menangis terus, teringat akan mimpinya.
     Kusuma(anak sulung) sudah menganjak dewasa. Ia melihat ibunya sedih terus setiap hari. Maka bertanyalah Kusuma kepada ibunya, "Mengapa ibu nampak sedih? Apakah boleh saya mengetahui sebab musababnya, bu?"
     Jawab Nyai Anteng, " Anakku, Kusuma! Ibumu harus mengorbankan engkau di kawah Gunung Bromo. Ibu tidak sampai hati untuk melemparkan dirimu, Nak! Apabila tidak, semua saudaramu dan engkau akan di ambil secara paksa oleh Dewa Brahma."
     Mendengar kata-kata ibunya, Kusuma tekejut diam seribu bahasa. Hatinya sedih. Namun kemudian ia berkata. "Sudahlah, bu!" Hilangkan perasaan hati ibu. Saya bersedia menjadi korban demi ayah ibu, adik-adik serta keselamatan orang-orang Tengger pada umumnya. Saya rela menjadi korban, Bu!"
     Begitu terharu mendengar kata-kata anaknya himgga sang ayah dan ibunya jatuh oingsan. Pada hari yang telah ditentukan, dibawalah Kusuma ke kawah Gunung Bromo. Ia di serahkan sebagai korban. Kemudian ia dilemparkan ke kawah Gunung Bromo dengan disaksikan oleh orang-orang disekitar kaki Gunung Bromo.
     Kurban Kusuma oleh Nyai Anteng dan Ki Seger di terima oleh Dewa. Sejak peristiwa itu Gunung Bromo tidak lagi terdengar gemuruh. Jadilah Gunung Bromo tentram, tenang, kembali seperti semula. Petani mulai mengerjakan sawah dengan tentram dan aman. Demikian juga Nyai Anteng Ki Seger serta kedua puluh empat anaknya hidup dengan tenang, sampai kini masyarakat Tengger mengadakan upacar korban di bawah Gunung Bromo untuk menghormati roh Kusuma. amun yang dijadikan korban bukan lagi manusia melainkan berupa sesaji kepala kerbau dan hasil panen lainnya.
http://theytha.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar