Laman

Selasa, 04 Januari 2011

ASAL MULA

 ASAL MULA SINGARAJA

      Dahulu kala dipulau Bali. Tepatnya di daerah Klungkung hiduolah seorang raja yang bergelar Sri Sagening. Ia mempunyai istri yang cukup banyak. Istri yang terakhir bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek berasal dari Desa Panji dan merupakan keturunan Kyai Pasek Gobleg. Namun malang nasib Ni Luh Pasek, swaktu ia mengandung, ia di buang secara halus dari istana, ia di kawinkan dengan Kyai Jelantik Bogol oleh suaminya.
     Kesedihannya agak berkurang berkat kasih sayang Kyai Jelantik Bogol yang tulus. Seetelah tiba waktunya ia melahirkan anak laki-laki. Bayi laki-laki itu di beri nama I Gusti Gede Pasekan.
     I Gusti Gede Pasekan makin hari makin besar, setelah dewasa ia mempunyai wibawa besar di kota Gelgel. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat biasa.
     Ia juga disayang oleh Kyai Jelantik Bogol seperti anak kandungnya sendiri. Pada suatu hari, ketika ia berusia dua puluh tahun, Kyai Jelantik Bogol memanggilnya.
     "Anakku,"
     Kyai Jelantik Bogol,"sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji"
     "Mengapa saya harus pergi kesana, Ayah?"
     "Anakku, itulah kelahiran ibumu."
     "Baiklah, Ayah. Saya akan pergi kesana."
     Sebelum berangkat, Kyai Jelantik Bogol berkata kepada anaknya, "I Gusti, bawalah dua senjata bertuah ini, yaitu sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan sebatang tombak bernaman Ki Tunjung Tutur. Mudah-mudahan engkau akan selamat.
     "Baik, Ayah!"
     Dalam perjalanan ini, I Gusti Gede Pasekan diiringkan oleh empat puluh orang dibawah pimpinan Ki Dumpiung dan Ki Kadosot.
     Setelah empat hari berjalan, tibalah mereka di suatu tempat yang di sebut Batu Menyan. disana mereka bermalam. Malam itu I Gusti Gede Pasekan dan ibunya dijaga ketat oleh para pengiringnya secara bergiliran.
     Tengah malam, tiba-tiba datang mahluk gaib penghuni hutan. Dengan mudah sekali I Gusti Gede Pasekan diangkat keatas pundak mahluk gaib itu sehingga ia dapat melihat pemandangan lepas dari laut dan daratan yang terbentang di depannya.
     Ketika ia memandang ke timur dan barat laut, ia melihat pulau yang amat jauh. Sedangkan ketika ia memandang keselatan, pemandangannya dihalangi oleh gunung. Setelah makhluk gaib itu lenyap, didengarnya suatu bisikan.
     " I Gusti, sesungguhnya daerah yang baru engkau lihat itu akan menjadi daerah kekuasanmu."
     I Gusti Gede Pasekat sangat terkejut mendengar suara gaib itu. Namun ia juga merasa senang, bukan kah suara itu adalah pertanda bahwa pada suatu ketika ia akan mendapat kedudukan yang mulia, menjadi penguasa suatu daerah yang cukup luas.
     Memang untuk mencapai kemuliaan orang harus menempuh berbagai kesulitan terlebih dahulu. Ia menceritakan apa yang di dengarnya secara gaib kepada ibunya.
     Ibunya member semangat untuk terus mlakukan perjalanan. eesokan harinya rombongan I Gusti Gede Pasekan melanjutkan perjalanan yang  penuh dengan rintagan. Walaupun perjalanan ini sulit dan jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan dengan selamat.
     Pada suatu hari ia berada di desa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggemparkan. Ada sebuah perahu Bugis terdampar di pantai Panimbangan. Pada mulanya orang Bugis meminta pertolongan nelayan di sana, tetapi mereka tidak berhasil membebaskan perahu yang kandas.
     Nakoda perahu Bugis sudah putus asa, tapi tetua kampung nelayan datang mendekatinya.
     "Hanya seorang ayng dapat menolong Tuan."
     "Tuan, katakan saja, siapa yang dapat menyeret perahu ke lautan?"
     "Seorang anak muda, namunsakti dan penuh wibawa." jawab tetua kampung.
     "Siapa namanya?"
     "I Gusti Gede Pasekan."
     Keesokan harinya orang Bugis itu datang kepada I Gusti Gede Pasekan. Ia berkata, "Kami mengharapkan bantuan Tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kami, sebagian isi muatan perahu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya."
     "Kalau itu memang janji Tuan, saya akan mencoba mengangkat perahu yang kandas itu," jawab I Gusti Gede Pasekan. Untuk melepaskan perahu besar yang kandas itu, I Gusti Gede Pasekan mengeluarkan dua buah senjata pusaka warisan Kyai Jelantik Bogol.
     Ia memusatkan pikirannya. Tak lama kemudian muncullah dua makhluk halus dari dua buah senjata pusaka itu.
     "Tuan apa yang harus hamba kerjakan?"
     "Bantu aku menyeret perahu yang kandas itu ke laut lepas!"
     " Baik Tuan."
     Dengan bantuan dua makhluk halus itu ia pun berhasil menyeret perahu dengan mudah.
     Orang lain jelas tak mampu melihat kehadiran si makhluk halus, mereka hanya melihat I Gusti Gede Pasekan menggerak-gerakan tangannay menunjuk kearah perahu.
     Karena senangnya, orang Bugis itu pun menepati janjinya. Di antara hadiah yang diberikan itu terdapat dua buah gong besar. Karena I Gusti Gede Pasekan sekarang sudah menjadi orang kaya, ia digelari dengan sebutan I Gusti Panji Sakti.
     Sejak kejadian itu, kekuasaan I Gusti Panji Sakti mulai meluas dan menyebar ke mana-mana. Ia pun mulai mendirikan suatu kerajaan baru di daerah Den Bukit.
     Kira-kira pertengahan abad ke-17 ibu kota kerajaan itu disebut orang dengan nama Sukasada.
     Semakin hari kerajaan itu semakin luas dan berkembang lalu didirikanlah kerajaan baru. Letaknya agak ke utara dari kota Sukasada. Sebelum dijadikan kota, daerah itu banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Oleh karena itu, pusat kerajaan baru itu disebut Buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya sangat digemari oleh burung perkutut. Dipusat kerajaan baru itu didirikan istana megah, yang di beri nama Singaraja.
     Itulah asal mulanya SINGARAJA.

http://theytha.blogspot.com/

ASAL MULA

ASAL MULA UPAKARA KASADA
  
Dahulu hiduplah satu keluarga yang tentram. Suami istri tersebut bernama Ki Seger dan Nyai Anteng. Mereka berdua suami istri hidup rukun. Tidak pernah terlintas kemurungan maupun kesedihan dalam wajahnya. Sungguh mereka merasakan nikmat dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
     Mereka bekerja bersama mengolah tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Keadaan alam sekitar tempat tinggal suami istri tersebut sangatlah menyenangkan.
     Udara bersih, tanah subur, air sungai mengalir dengan bersihnya. Memang suasana alam pun ikut membantu keadaan hidup suami istri tersebut. Hari-hari telah dilaluinya dengan cepat dan usia pun merambat dengan cepat.
     Kebahagiaan dan kedamaian telah dilaluinya. Barulah mereka tersentak dan sadar bahwa mereka pun merasakan kesepian tanpa kehadiran anak sampai usia senja.
     Keinginan mempunyai anak semakin besar. Mereka menempuh jalan dengan cara bersemedi agar mendapatkan anak. Setiap hari mereka berdoa di kaki Gunung Bromo. Kerena doa dan tapa tiada henti setiap hari, akhirnya mereka pun dikabulkan oleh Dewa Brahma.
     Pada saat bertapa, Nyai Anteng mandengar suara bahwa kelak ia akan melahirkan dua puluh lima orang anak, asal anak pertama harus di korbankan.
     Saat itu Nyai Anteng menyatakan kesedihannya. Yang penting segera dikaruniai anak. Waktu berjalan terus. Apa yang di dengar waktu bersemedi menjadi kenyataan. Nyai Anteng hamil. Mereka berdua merasa senang dan bahagia, karena anak yang didambakan akhirnya akan datang juga.
     Setelah genap bulannya, Nyai Anteng melahirkan seorang anak laki-laki. Anak tersebut di beri nama Kusuma. Bayi tersebut tumbuh dengan cepatnya. Badannya sehat, dan lagi wajahnya sangat tampan. Mereka memelihara anak dengan penuh kasih sayang. Anak Nyai Anteng pun genaplah berjumlah 25 orang anak. Mereka hidup dengan penuh kegembiraan dan ketentraman. Sampai-sampai Nyai Anteng dan Ki Seger lupa akan janjinya.
     Meski lama tenggang waktunya, namun janji tetaplah janji. Pada saatnya akan di tagih juga. Gunung Bromo mulai memberi tanda-tanda peringatan. Suara Gunung Bromo gemuruh, asap berkepul-kepul. Nyai Anteng dan Ki Seger pun teringat akan janjinya.
     Perasaan sedih dan sesal meresahkan hati mereka. Bagaimana mungkin mereka akan tega melemparkan anak kesayangnnya ke bawah Gunung Bromo? Mereka berdua berusaha menghilangkan perasaan sedih. Seandainya dapat diganti persembahan kepada Dewa di Gunung Bromo bukan anaknya melainkan dirinya. Hal itu tak mungkin terjadi. Dewa menghendaki anaknya yang sulung, bukan dirinya yang sudah tua.
     Dari hari kehari Nyai Anteng semakin menderita tekanan batin, karena harus menyerahkan anak sulung yang paling tampan dan paling disayang. Sementara Gunung Bromo semakin bereaksi terus. Letusan-letusan mulai terjadi, lelehan lahar pun dengan derasnya mengalir. Saat itu pun Nyai Anteng bermimpi bahwa Dewa Brahma menagih janjiNYA. Bila tidak ditepati, kedua puluh l8ima anaknya sekaligus akan diminta secara paksa.
     Selesai mendengar ucapan Dewa Brahma, terbangunlah Nyai Anteng dari tidurnya. Ia tidak dapat berbicara, ia hanya menangis terus, teringat akan mimpinya.
     Kusuma(anak sulung) sudah menganjak dewasa. Ia melihat ibunya sedih terus setiap hari. Maka bertanyalah Kusuma kepada ibunya, "Mengapa ibu nampak sedih? Apakah boleh saya mengetahui sebab musababnya, bu?"
     Jawab Nyai Anteng, " Anakku, Kusuma! Ibumu harus mengorbankan engkau di kawah Gunung Bromo. Ibu tidak sampai hati untuk melemparkan dirimu, Nak! Apabila tidak, semua saudaramu dan engkau akan di ambil secara paksa oleh Dewa Brahma."
     Mendengar kata-kata ibunya, Kusuma tekejut diam seribu bahasa. Hatinya sedih. Namun kemudian ia berkata. "Sudahlah, bu!" Hilangkan perasaan hati ibu. Saya bersedia menjadi korban demi ayah ibu, adik-adik serta keselamatan orang-orang Tengger pada umumnya. Saya rela menjadi korban, Bu!"
     Begitu terharu mendengar kata-kata anaknya himgga sang ayah dan ibunya jatuh oingsan. Pada hari yang telah ditentukan, dibawalah Kusuma ke kawah Gunung Bromo. Ia di serahkan sebagai korban. Kemudian ia dilemparkan ke kawah Gunung Bromo dengan disaksikan oleh orang-orang disekitar kaki Gunung Bromo.
     Kurban Kusuma oleh Nyai Anteng dan Ki Seger di terima oleh Dewa. Sejak peristiwa itu Gunung Bromo tidak lagi terdengar gemuruh. Jadilah Gunung Bromo tentram, tenang, kembali seperti semula. Petani mulai mengerjakan sawah dengan tentram dan aman. Demikian juga Nyai Anteng Ki Seger serta kedua puluh empat anaknya hidup dengan tenang, sampai kini masyarakat Tengger mengadakan upacar korban di bawah Gunung Bromo untuk menghormati roh Kusuma. amun yang dijadikan korban bukan lagi manusia melainkan berupa sesaji kepala kerbau dan hasil panen lainnya.
http://theytha.blogspot.com/

DI BALI


TERJADI NYA SELAT BALI

 di kutip dari : "bintang pesona jaya"
     
     Dahulu kala di Blambangan ada seorang Begawan bernama Sidi Mantra. Ia adalah seorang Begawan yang kaya raya dan berbudi pekerti luhur. Pengetahuan agamanya sangat luas dan sangat di segani oleh masyarakat di sekitarnya.
     Ia mempunyai seorang istri yang cantik dan baik hati. Dari perkawinanya ini ia di karuniai seoran ganak laki-laki yang di beri nama Manik Angkeran. Mereka berharap anaknya ini akan mewariskan ilmu dan ketokohan sang ayah di masyarakat Bali.
     Sang Begawan berusaha mendidik Manik Angkeran dengan budi pekerti yang baik dan pengetahuan agaman yang diyakininya. Ia sangat ketat dan disiplin dalam memberikan pelajaran kepada anaknya.
     Di depan ayahnya Manik Angkeran seolah nank yang penurut. Namun sungguh aneh di luar ia ternyata tidak demikian. Ia suka berteman dengan anak-anak remaja yang suka berjudi.


      Akibatnya ia juga suka judi sambung ayam dan main dadu. Karena harta kedu orang tuanya cukup banyak maka tidak sulit bagi Manik Angkeran untuk minta jatah uang kepada ibunya setiap hari.
      Dan setiap hari ia tak jemu-jemunya main judi. Ia sudah diperingatkan oleh ayah dan ibunya namun tak mau menghentikan kebiasaan buruknya.
      Lama-lama harta sang Begawan terkuras abis. Ini tentu membuat sedih hati sang ibu. Harta kedua orang tuanya habis tetap tidak membuat Manik Angkeran kapok. Ia terus saja bermain judi dengan cara berhutang kepada bandar judi.
      Hingga suatu ketika karena hutangnya sangat banyak, Manik Angkeran menghilang entah kemana, ia tak berani pulang kerumah. Suatu hari, ada dua oramg bandar judi yang datang menghadap Megawan Sidi Mantra untuk menagih hutang Manik Angkeran. Tentu sang Begawan menjadi malu. Namun karena Manik Angkeran anak satu-satunya maka ia bersedia membayar hutangnya.
     "Baiklah besok aku lunasi hutang anak ku itu." kata sang Begawan.
     Begawan Sidi Mantra teringat pada sahabatnya yang tinggal di lereng Gunung Agung sebelah tumur. Sahabatnya itu mempunyai harta yang melimpah/ Lalu, berangkatlah Begawan Sidi Mantra kearah timur dengan membawa genta pemujaannya.
     "Aku berharap mudah-mudahan setelah hutangnya lunas Manik Angkeran segera sadar dan tidak mau main judi lagi." demikian bisik hati sang Begawan Sidi Mantra.
     Setelah tiba dilereng Gunung Agung, Begawan Sidi Mantra mulai mengucapkan mantra sambil membunyikan gentanya. Tak lama kemudian, keluarlah seekor naga besra bernama Naga Besuki.
     "Hai, Begawan Sidi Mantra, apa maksudmu memanggilku?" tegur sang Naga.
     "Ketahuilah sang Besuki, kekayaanku di abiskan oleh anakku untuk berjudi. Sekarang hutangnya menumpuk dan di kejar-kejar oleh orang tempatnya berutang. Bantulah aku agar bisa membayar utang anaku.
     "Baiklah Begawan Sidi Mantra. Tetapi nasehatilah anakmu agar berhenti berjudi. Karena menurut ajaran agama berjudi adalah pekerjaan nista."
     Begawan Sidi Mantra menyanggupi melaksanakan segala nasehat Naga Besukih. Dengan menggetarkan tubuhnya, keluarlah emas dan intan dari sisik sang Nga Besukih.
     "Pungutlah itu sang Begawan! Bayar semua utang anakmu. Ingat, jangan dibiarkan lagi ia berjudi.
   
   
     Setekah memungut semua emas dan intan yang diberikan Naga Besukih, pulanglah Begawag Sidi Mantra ke Jawa Timur. Semua utang anaknya dibayar, seraya menasehati agar anaknya tidak lagi berjudi.
     Akan tetapi, nasehat ayanya tidak dihiraukan oleh Manik Angkeran. Tak berapa lama, utang Manik Angkeran menumpuk kembali. Seperti biasa kalau utangnya sudah menumpuk banyak Manik Angkeran tidak berani pulang kerumah. Ia bersembunyi entah kemana.
     Lagi-lagi bandar judi datang kerumah Begawan Sidi Mantra untuk menagih utang Manik Angkeran.
     "Kurang ajar!!! Jadi anak itu masih belum kapok juga bermain judi..........!" desah sang Begawan."Aku terpaksa minta bantuan lagi Pada sahabatku Naga Besukih. Meskipun Begawan Sidi Mantra agak kesal, akhirnya ia berangkat juga menghadap sang Naga Besukih untuk memohon bantuan. Setibanya di Gunung Agung, Begawan Sidi Mantra mengucapkan mantra sanbil membunyikan gentanya. Naga Besukih pun keluar dari istananya.
     "Begawan Sidi Mantra, apalagi kepentinganmu memanggil aku?"
     "Aduh sang Besukih, sekali lagi aku minta tolong agar aku bisa membayar utang-utang anakku. Aku sudah tidak punya apa-apa. Utang terus menumpuk. Semua nasehatku tidak dihiraukannya."
     "Ternyata anak mu telah membangkang. Ia tidak punya rasa hormat kepada orang tuanya. Untuk kali ini aku akan membantumu lagi."
     Setelah menggerakkan tubuhnya, keluarlah emas dan permata dari sisik Naga Besukih. Begawan Sidi Mantra mengumpulkan emas dan permata itu, lalu mohon diri.
     Setiba dirumahnya segera Begawan Sidi Mantra utang anaknya. Manik Angkeran merasa heran karena melihat ayahnya dengan mudah mendapatkan harta yang melimpah. "Ayah, dari mana ayah mendapatkan harta sebanyak itu?"
     "Sudahlah, Manik Angkeran, jangan kau tanyakan dari mana ayah mendapatkan harta itu. Berhentilah kau berjudi. Jika sekarang kau punya hutang lagi, ayah tidak akan membantumu. Ini adalah bantuan ayah yang terakhir."
     Tak lama kemudian, utang Manik Angkeran pun menumpuk lagi. Untuk minta bantuan kepada ayanya pun tak berani lagi. Oleh karena itu, ia bertekad untuk mencari sumber harta itu sendiri. Dari beberapa orang kawannya, ia mendapatkan keterangan bahwa Begawan Sidi Mantra mendapatkan harta kekayaan di sebalah Gunung di sebalah timur bernama Gunung Agung. Kemudian Manik Angkeran Merengek-rengek, merayu ibnya agar memberitahukan rahasia ayahnya mendapatkan harta di Gunung Agung.
     Mula-mula sang ibu merasa keberatan. Ia adalah istri yang setia. Tak mungkin ia berani mengkhianati suaminya. Namun Manik Angkeran hampir setiap hari merayu ibunya.
     "Wahai ibu, hanya sekali ini saja. Bila hutang-hutang saya sudah lunas saya akan berhenti main judi dan menjadi anak ayng penurut," kata Manik Angkeran
     "Benarkah Manik?" tanya ibunya.
     "Sumpah Bu, aku berjanji demi kehormatan ayah."
     Sang ibu akhirnya terpengaruh. Ia yang sudah diberitahu oleh suaminya tentang tata cara mendapatkan harta di Gunung Agung segra bercerita tanpa sepengetahuan suaminya.
     "Tapi tunggu dulu beberapa hari lagi...."
     "Ah, ibu...orang-orang terus mengejar-ngejar saya untuk menagih hutang saya. Sejauh ini mereka sudah ku minta untuk tidak datang kerumah ini. Tapi lama-lama jika saya tidak segera menemui mereka pastilah mereka menagih kerumah lagi.
     "Ya Manik, tapi kita harus menunggu ayahmu berpergian lebih dulu. Ibu tak bisa mengambil genta ajaib bila ayahmu masih berada dirumah."
     "Yah, terus bagaimana bu?"
     "Terpaksa harus menunggu...." desah ibunya.
     Kebetulan esok harinya Begawan Sidi Mantra berpergian ke desa lain untuk memberikan ceramah agama. Pada saat itulah sang ibu dan anak beraksi. Diambilah genta ajaib dari tempat pusaka ayahnya. Lalu di berikan genta itu pada Manik Angkeran.
     "Dengan genta ajaib inilah ayahmua memanggil Naga Besukih untuk mendapatkan sisik emasnya." kata sang ibu.
     Manik Angkeran pun berangkat berangkat ketimur setelah membawa genta ayahnya. Setibanya di Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan genta ayahnya. Naga Besukih merasa terpanggil oleh bunyi genta itu. tetapi ia merasa heran tidak mendengar mantra yang diucapkan. Sang Naga Besukih segera muncul. Dilihatlah Manik Angkeran datang membawa genta ayahnya. Menyaksikan Hal ini, Naga Besukih sangat marah.
     "Hai, Manik Angkeran, ada apa kamu memanggil aku dengan genta ayahmu?"
     "Sang Naga Besukih, aku menghadapmu untuk memohon bantuan memberikan harta, agar aku bisa membayar utangku, aku akan dibunuh kalo aku tidak melunasi utangku pada orang-orang tempatku berutang. Kasihanilah aku," kata Manik Angkeran dengan sedih.
     "Kenapa aku harus menolongmu?" kata Naga besukih.
     "Karena aku anak sahabatmu........"
     "Tapi kau anak yang kurang ajar!"
     Aku...berjanji hanya kali ini saja...!"
     "Janji penjudi apa bisa dipercaya?"
     "Aku bersumpah tidak akan bermain judi lagi!"
     "Benarkah?"
     "Demi langit da bumi, demi Gunung Agung!" kata Manik Angkeran meyakinkan.
     "Aku meragukan sumpahmu....!"
     "Kalau begitu.kau bukan sahbat ayahku....."
     Aku tetap sahabat ayahmu," sahut sang Besukih.
     Tapi kenapa tidak mau menolongku?" tukas Manik Angkeran.
     "Karena aku kawatir kau akan main judi lagi..."
     Aku hanya ingin di bantu sesuai jumlah hutangku saja......setelah bayar hutang aku akan berbakti kepada ayah dan ibuku mendalami ilmu agama agar lebih dekat dengan Sang Hyang Widhi. Tapi.....kalau kau tak mau menolongku....ya sudahlah...."ujar Manik Angkeran dengan kesedihan yang dalam.
     menyaksikan kesedihan Manik Angkeran, Naga Besukih merasa kasihan. Ia pun berjanji membantu Manik Angkeran.
     Setelah memberikan nasehat panjang lebar, Naga Besukih membalikan tubuhnya untuk mengambil harta yang akan diberikan kepada Manik Angkeran.
     Pada saat itu, ekor Naga Besukih masih berada di permukaan tanah, sedangkan kepala dan tubuhnya masuk kedalam bumi.
     Melihat ekor Naga Besukih penuh dengan intan berlian besar-besar, timbulah maksud jahat Manik Angkeran. Ia mengeluarkan kerisnya lalu memotong ekor Naga Besukih.
     Naga Besukih meronta dan membalikakn tubuhnya. Akan tetapi, Manik Angkeran telah pergi. Naga Besukih mengejar Manik Angkeran, tetapi tidak dijumpai. Yang dijumpai hanyalah bekas tapak kakinya. Dengan kekuatan yang luar biasa. Naga Besukih menyedot telapak kaki Manik Angkeran.
     Ajaib tiba-tiba tubuh Manik Angkeran berda di hadapan Naga Besukih.
     "Anak kurang ajar! Tak tahu diri!" teriak Naga Besukih dengan marah dan sepasang mata menyala-nyala.
     Manik Angkeran gemetar ketakutan. Tak disangka ia yang sudah berlari jauh tiba-tiba tersedot kekuatan gaib dan berada di hadapan sang Naga Besukih.
     "Ampun.....ampun.....Naga....!
     "Kamu tak bisa di ampuni lagi. Harus di beri pelajaran!"
     Lalu Naga Besukih menyemburkan hawa panas bercampur racun dari mulutnya ke arah tubuh Manik Angkeran. Tubuh Manik Angkeran terlempar beberapa meter dan seketika tubuhnya terbakar hangus menjadi abu.
     Di Blambangan Begawan Sidi Mantra sedang gelisah karena anknya menghilang. Genta pemujaanya pun tidak ada ditempatnya. sang istri segera menceritakan apa yang telah dilakukanya.
     "Aduh celaka istriku! Aku harus segera menyusul Manik," kata sng Begawan.
     Begawan Sidi Mantr dapat memastikan anaknya pergi ke Gunung Agung untuk mencari harta.
     Seketika itu, berangkatlah Begawan Sidi Mantra menuju Gunung Agung. Sesampainya di sana, dilihatnya Naga Besukih sedang berda diluar istananya. Dengan tergesa-gesa Begawan Sidi Mantra menegur Naga Besukih.
     "Hai sang Besukih adakah anakku Manik Angkeran datang kemari?"
     "Ya, ia telah datang kemari untuk minta harta guna melunasi utang-utangnya. Ketika aku membalikakn tubuhku hendak mengambilkan harta, ia memotong ekorku karena tergiur oleh intan berlian yang besar-besar di ekorku. Aku telah membakarnya sampai musnah, karena anakmu tak tau membalas budi. Sekarang apa maksud kedatanganmu Begawan Sidi Mantra?"
     "Maafkanlah aku sang Besukih! Anakku cuma satu. Karena itu aku mohon kepadamu agar anakkua kembali."
     "Untuk apa?"
     "Dia toh tetap anakku..."
     "Tapi dia bener-bener kurang ajar!"
     "Aku akui aku teledor, membiarkan ibunya memanjakannya. Tapi sekarang aku akan mendidiknya dengan sungguh-sungguh. Aku yakin dia akan menjadi anak yang baik."
     "Kau yakin....?"
     "Yakin sekali....kukira dia telah mendapatkan pelajaran setimpal atas kesalahannya. Kau telah menghukumnya. Ini akan membuatnya jera. Maka hidupkanlah anakku lagi."
     "Demi pershabatan kita aku akan memenuhi permintaanmu, tetapi aku minta agar ekorku kembali seperti semula.
     "Baiklah, aku pun akan memenuhi permintaanmu." Dengan mengerahkan kekuatan batin masing-masing, Manik Angkeran pun hidup kembali. Demikian pula ekor Naga Besukih utuh seperti semula.
     setelah memberi nasehat panjang lebar kepada anaknya, Begawan Sidi Mantra pulang ke Blambangnan Jawa Timur. Manik Angkeran tidak diperbolehkan ikut seta. Ia di suruh tinggal di sekitar Gunung Agung. Karena sudah sadar akan kekeliruannya, Manik Angkeran tunduk kepada perintah orang tuanya.
     "Jangan pernah kembali lagi ke Blambangan. Jika kau kembali kesana kau pasti bertemu dengan kawan-kawanmu penjudi."
     "Saya sudah kapok yah...Saya bener-bener sudah bertobat sekarang."
     "Baiklah kalau begitu, ayah akan kembali ke Blambangan."
     Begawan Sidi Mantra berjalan menuruni lereng Gunung Agung. Hatinya masih merasa was-was, jangan-jangan anaknya akan menyusul ke Blambangan.
     "arus ada sesuatu yang menghalanginya ke Blambangan," guman snag Begawan
     Ketika Begawan Sidi Mantra tiba di sebuah tanah genting, ditorehkannya tongkatnya ke tanah. seketika bekas torehan itu bertambah lebar dan air laut naik menggenanginya. kemudian terjadilah sebuah selat, yang kini bernama SELAT BALI.


http://theytha.blogspot.com/